Sering aku tertampar wajah bila tidak memberikan sesuai dengan kemampuanku. Kemampuan disini dalam pengertian sesuai dengan nilaiku di mata orang lain. Setiap orang sebenarnya hidup bertopeng-topengan. Wajahnya tidak sesuai dengan aslinya. Kesulitan tidak segera ditampakkan. Dan yang terlihat tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Lihat saja. kalau ada tamu datang semua kita berusaha untuk memberikan yang terbaik dan melebihi kesanggupan kita. Ada keluarga harus miminjam demi nama baik.
Saya bekerja sebagai seorang manajer di perusahaan. Sebagai seorang manajer orang berpikir saya pasti mempunyai keuangan lebih baik. pada hal setiap kali seorang mempunyai jabatan dia juga harus menjaga penampilannya. Dan untuk itu dia mengeluarkan biaya lebih. Pengeluaran akan terus bertambah sejalan dengan tingkat kenaikan posisi dan penghasilannya.
Baru-baru sayja saya bicara sama bos saya yang orang Korea. Saya mengatakan saya sedang dalam kesulitan keuangan. Saya minta tolong supaya dia bisa memberikan saya bantuan berupa apa yang dia janjikan. Saya datang kepadanya dengan berat hati. Tetapi saya tidak berdaya, saya harus melakukannya. Karena setiap aku menambah penghasilanku, semakin besar pula pengeluaranku. Dan aku tetap ditempat dan tak berdaya. Apa yang kita berikan kepada orang lain, sebetulnya bukan kebutuhan orang lain , karena besar kecil pemberian kita adalah menjadi takaran nilai diri kita sendiri. Harga diri atau nilai diri bertambah tetapi secara materi aku dibuat tidak berdaya dan ditempat. Mandeg secara ekonomi. Ya Tuhan.... beginilah keadaannya hidup didunia memang bertopeng-topengan. Kita hanya mempunyai jari angan-angan. Semuanya hanya rabaan. Dalam ketelangjangan kita saling bergelut dengan tubuh asing. Dan siapkah kita membuka semua topeng itu. Pasti tidak karena itulah hidup... Bertopengan.
Monday, 20 October 2008
Friday, 10 October 2008
BANYAK ARTIS BERBOHONG
Kehidupan para artis begitu banyak disorot oleh media. Televisi tak pernah putus memberitakan orang yang terkenal ini khusus pesohor film dan musik. Begitu banyak kali mereka berbohong pada masyarakat. Mereka membohongi diri dengan ucapan-ucapan mereka.
Kini begitu banyak artis mencalonkan diri menjadi Legislatif. Tanpa mengurangi rasa hormat pada artis yang terdirik dan berbakat, tetapi kini kita berhadapan dengan orang yang diorbitkan jadi artis tanpa pengetahuan. Mereka terdidik untuk bicara karena mereka memiliki kesempatan untuk itu. jangan-jangan kelak kita hanya punya anggota dewan yang pakar bicara tanpa wacana.
Kini begitu banyak artis mencalonkan diri menjadi Legislatif. Tanpa mengurangi rasa hormat pada artis yang terdirik dan berbakat, tetapi kini kita berhadapan dengan orang yang diorbitkan jadi artis tanpa pengetahuan. Mereka terdidik untuk bicara karena mereka memiliki kesempatan untuk itu. jangan-jangan kelak kita hanya punya anggota dewan yang pakar bicara tanpa wacana.
Wednesday, 8 October 2008
Mulai Kerja Lagi
Saya buru-buru datang ke lokasi kerja. Saya sampai lebih awal dari biasanya. Sudah ada rekan kerja seorang wanita Batak, marga Sinaga. Tadi malam dia telepon dari Bandung bahwa dia tidak bisa masuk karena ada urusan keluarga. Katanya dia sudah telepon bos kami orang Korea. Bosnya marah karena sudah lama libur tapi masih minta ijin lagi.
Rekan kami ini kepala produksi. Dia selalu mau pegang segala sesuatu sendiri. Dia selalu takut kalau orang lain dapat melakukannya. Dia datang paling awal dan pulang paling larut. Dia selalu ingin mengawasi dan berada di pabrik sampai larut malam. Dari sisi pengabdian dapat dianggap positif. Tetapi membuat semua tergantung suatu saat akan mengganggu. Dia tidak pernah mau mendengarkan orang lain. Dia lebih senang berpendapat sendiri. Rekan-rekan selalu mengalami kesulitan komunikasi dengannya. Beberapa rekan cewek sering berlinang air mata memendam kesal.
Bos kami selalu menilai postif dan plus untuk dedikasinya. Beberapa kali saya menyampaikan tentang hubungan kerja sama dengan rekan kami yang satu ini. Tetapi sang bos, yang lemah lembut tidak kuasa menyampaikan hal ini kepada rekan kami. Sampai kapan semua ini akan berjalan saya tidak tahu.
Rekan kami ini kepala produksi. Dia selalu mau pegang segala sesuatu sendiri. Dia selalu takut kalau orang lain dapat melakukannya. Dia datang paling awal dan pulang paling larut. Dia selalu ingin mengawasi dan berada di pabrik sampai larut malam. Dari sisi pengabdian dapat dianggap positif. Tetapi membuat semua tergantung suatu saat akan mengganggu. Dia tidak pernah mau mendengarkan orang lain. Dia lebih senang berpendapat sendiri. Rekan-rekan selalu mengalami kesulitan komunikasi dengannya. Beberapa rekan cewek sering berlinang air mata memendam kesal.
Bos kami selalu menilai postif dan plus untuk dedikasinya. Beberapa kali saya menyampaikan tentang hubungan kerja sama dengan rekan kami yang satu ini. Tetapi sang bos, yang lemah lembut tidak kuasa menyampaikan hal ini kepada rekan kami. Sampai kapan semua ini akan berjalan saya tidak tahu.
Thursday, 25 September 2008
HASRAT MENINGGALKAN COMFORT ZONE
Sebentar lagi lebaran. Pasti banyak orang mudik. Tadi saya lihat bagian pembelian kantorku membawa banyak bingkisan dalam mobil box. Belanjanya bukan barang bagus-bagus amat. Yang penting ada yang diberi dan memang diharapkan oleh karyawan kami. Gajinya kecil mana ada yang mengharapkan THR istimewa.
Saya sejak kemarin membersihkan arsip-arsi tak perlu. Dan mengosongkan laci dan meja dari tumpukan kertas yang tidak bernilai arsip. Termasuk sejumlah surat lamaran ikut menjadi mangsa api. Pada hal kalau ada mesin penghancur kertas, pasti semuanya bisa dicacah dan dikilo jadi duit. Pasti akan memilukan hati para pemilik surat bila melihat ini. Untung tidak ada pelamar bernasib kurang beruntung itu melihatnya.
Kali ini saya bawa sebagian besar buku dan arsip pribadi ke rumah. Karena ada rencana berani untuk keluar dari comfort zone ini. Ada rasa nyaman di sini. Tetapi saya ingin memulai dengan hal-hal baru di tempat lain dan bidang yang sangat berbeda. Yang sulit adalah bagaimana meninggalkan zona ini. Bos saya baik. Dan yang paling sulit adalah bagaimana mengatakannya. Sementara keputusan dan tindakan lanjut sudah ditetapkan. Bos makin manis saja. Aduh mah... tidak enak ini.
Saya sejak kemarin membersihkan arsip-arsi tak perlu. Dan mengosongkan laci dan meja dari tumpukan kertas yang tidak bernilai arsip. Termasuk sejumlah surat lamaran ikut menjadi mangsa api. Pada hal kalau ada mesin penghancur kertas, pasti semuanya bisa dicacah dan dikilo jadi duit. Pasti akan memilukan hati para pemilik surat bila melihat ini. Untung tidak ada pelamar bernasib kurang beruntung itu melihatnya.
Kali ini saya bawa sebagian besar buku dan arsip pribadi ke rumah. Karena ada rencana berani untuk keluar dari comfort zone ini. Ada rasa nyaman di sini. Tetapi saya ingin memulai dengan hal-hal baru di tempat lain dan bidang yang sangat berbeda. Yang sulit adalah bagaimana meninggalkan zona ini. Bos saya baik. Dan yang paling sulit adalah bagaimana mengatakannya. Sementara keputusan dan tindakan lanjut sudah ditetapkan. Bos makin manis saja. Aduh mah... tidak enak ini.
Tuesday, 26 August 2008
Tak Pernah Ikut Bersalah
Mengaku salah butuh sebuah kedewasaan dan keberanian. Karena orang bisa dihantaui oleh rasa bersalah yang menakutkan. Saya punya seorang rekan kerja setiap kali melemparkan kesalahan kepada orang lain. Tidak pernah merasa terlibat dalam sebuah kesalahan apapun. Apa memang dia seorang yang sempurna atau dia seorang pengecut sejatinya.
Friday, 22 August 2008
Catatan Buat Yang Tertinggal
Tidak ada yang istimewa untuk dicatat untuk seorang seperti ayah saya. Kini dia tidur tidak berdaya. Ia menikmati hidup dalam kegelapan tanpa batas. Matanya buta pada usia yang sangat tua. Dia sadar dan meratapi kebutaannya. Ketika saya berada di sampingnya baru-baru ini saya menjadi orang sok pintar dan penasehat handal. Bersahabatlah dengan keadaan dan menerima semua penderitaan ini sebagai pengorbanan atas kebaikan Tuhan yang diterima bapa termasuk melalui kehidupan anak-anak dengan pendidikan dan ekonomi yang lebih baik. Saya menambahkan seakan menjadi orang paling saleh mengatakan jadikan penderitaan bapa sebagai pengorbanan maka akan berbuah rahmat. Saya sadar sepenuhnya bahwa menasehati lebih mudah dari pada menanggungya.
Ayah meneteskan air mata tanpa mampu melihat aliran air matanya. Dia mengatakan kepadaku pada kunjunganku kali ini, " saya kira sudah selesai". Saya lalu teringat kata nabi Isa ketika saat akhir di kayu palang, " selesai sudah." Saya sempat berpikir orang yang paling kucintai ini akan segera berakhir setelah itu. Dia masih bertahan hidup. Dia juga tahu kami sudah pernah menyiapkan peti jenazah dan juga formalin mengawet jenazahnya. Seekor kerbau besar berwarna hitam telah pula siap untuk hari istimewa itu. Sebuah penghargaan pada saat dia kembali ke rahim ibunya, demikian bahasa halus untuk mengatakan hidup itu berakhir.
Ayah saya seorang tani yang kini terkulai lemah dan buta. Dia dulu seorang yang berbadan tegap gagah dan berpendirian. Pendidikan tidak tinggi, tetapi cara berpikir sangat logis. Dia orang yang setia janji. Rumah kami terkenal dengan disiplin. Kami bangun pagi jam 04.45 dan kami terus mengerjakan tugas kami masing-masing yang sudah ditetapkan. Setelah selesai tugas pokok, kami mandi dan makan pagi seadanya sebelum pergi sekolah. Sekalah Dasar dekat dengan rumah kami. Para guru masih kerabat orang tua. Sebagai seorang yang terlalu rasional mengalami banyak kritikan di tengah masyarakat adat yang tolerant tetapi tidak jarang merugikan secara ekonomi.
Bertolak belakang dengan sesamanya, ayah saya sangat menekankan pendidikan. Ucapan yang kami paling ingat adalah kami akan tinggal di kampung bila bodoh. Kami semua tidak ingin tinggal di desa, karena hampir identik dengan bodoh. Dan kami semua akhirnya mengembara, ke luar dari lingkaran meninggalkannya dalam kesepian.
Ayah meneteskan air mata tanpa mampu melihat aliran air matanya. Dia mengatakan kepadaku pada kunjunganku kali ini, " saya kira sudah selesai". Saya lalu teringat kata nabi Isa ketika saat akhir di kayu palang, " selesai sudah." Saya sempat berpikir orang yang paling kucintai ini akan segera berakhir setelah itu. Dia masih bertahan hidup. Dia juga tahu kami sudah pernah menyiapkan peti jenazah dan juga formalin mengawet jenazahnya. Seekor kerbau besar berwarna hitam telah pula siap untuk hari istimewa itu. Sebuah penghargaan pada saat dia kembali ke rahim ibunya, demikian bahasa halus untuk mengatakan hidup itu berakhir.
Ayah saya seorang tani yang kini terkulai lemah dan buta. Dia dulu seorang yang berbadan tegap gagah dan berpendirian. Pendidikan tidak tinggi, tetapi cara berpikir sangat logis. Dia orang yang setia janji. Rumah kami terkenal dengan disiplin. Kami bangun pagi jam 04.45 dan kami terus mengerjakan tugas kami masing-masing yang sudah ditetapkan. Setelah selesai tugas pokok, kami mandi dan makan pagi seadanya sebelum pergi sekolah. Sekalah Dasar dekat dengan rumah kami. Para guru masih kerabat orang tua. Sebagai seorang yang terlalu rasional mengalami banyak kritikan di tengah masyarakat adat yang tolerant tetapi tidak jarang merugikan secara ekonomi.
Bertolak belakang dengan sesamanya, ayah saya sangat menekankan pendidikan. Ucapan yang kami paling ingat adalah kami akan tinggal di kampung bila bodoh. Kami semua tidak ingin tinggal di desa, karena hampir identik dengan bodoh. Dan kami semua akhirnya mengembara, ke luar dari lingkaran meninggalkannya dalam kesepian.
Thursday, 21 August 2008
Pulang Kampung
Baru-baru ini saya kembali ke kampung halaman. Sebuah desa bebas polusi. Penerangan listrik terbatas hanya jam malam hari. Tidak ada media komunikasi. Dunia terasa gelap disana juga pada siang hari. Gelap informasi terakhir. Koran lokal dengan muatan lokal dengan ruang opini terbatas. Radio hanya RRI lokal, RRI Ende, jam siar juga terbatas. Berita sangat minim. Lebih banyak musik lokal yang terkadang tidak memuaskan selera pendengar, dan pasti jauh dari harapan selera nusantara.
Saya sempat menghadiri acara 50 tahun pernikahan seorang adik bapak saya. Ada yang menarik yaitu ketika seorang anak dari pasangan ini, yang tinggal di negaranya Ronaldinho pemain bola sepak terkenal sejagat. Orang Brasil menintipkan sepasang cincin untuk pasangan usia lanjut itu, yang diserahkan secara beramai oleh anak-anak pasangan ini.
Kesempatan bertandang ke kampung ini dipakai sangat efisien. Saya harus mengunjungi banyak teman. Saya berjumpa dengan seorang teman. Kami bersahabat dari kecil. Kehidupan desa yang sulit membuat teman saya pernah lemas kelaparan di sekolah. Dia berkeringat tak berdaya kelaparan. Dan dia dibawa ke rumah guru. Isteri guru sekolah memberikan dia beberapa potong singkong rebus. Dia menikmatinya sebagai pemuas rasa lapar tanpa ada pilihan. Dan ibu itu kelak ternyata menjadi ibu mertuanya sendiri. Kini teman saya dan semua adik-adiknya dari keluarga sangat miskin di bibir pantai sudah bisa hidup berkecukupan dan semuanya bekerja. Saya sempat menginap dan menikmati yang terbaik dari rumah teman bersharing masa sulit itu.
Berbagai perubahan saya lihat di kampung halaman saya. Di pinggir jalan aspal orang menjemur kopra, kakao atau cengkeh. Pemandangan yang jauh berbeda ketika singkong dan jagung menjadi makan utama, tetapi tidak mudah memperolehnya. Kini dengan penggunaan pupuk tanaman palawija menjadi lebih subur dan menghasilkan. Berbagai makanan pengganti nasi berlimpah. Yang kurang hanya beras dan uang untuk transportasi dan membeli kebutuhan.
Penyaluran beras miskin berjalan sangat baik disana. Pembagian adil dan bersahabat walau rakyat masih harus membayar untuk itu. Semuanya dapat dipahami oleh rakyat disana.
Saya sempat menghadiri acara 50 tahun pernikahan seorang adik bapak saya. Ada yang menarik yaitu ketika seorang anak dari pasangan ini, yang tinggal di negaranya Ronaldinho pemain bola sepak terkenal sejagat. Orang Brasil menintipkan sepasang cincin untuk pasangan usia lanjut itu, yang diserahkan secara beramai oleh anak-anak pasangan ini.
Kesempatan bertandang ke kampung ini dipakai sangat efisien. Saya harus mengunjungi banyak teman. Saya berjumpa dengan seorang teman. Kami bersahabat dari kecil. Kehidupan desa yang sulit membuat teman saya pernah lemas kelaparan di sekolah. Dia berkeringat tak berdaya kelaparan. Dan dia dibawa ke rumah guru. Isteri guru sekolah memberikan dia beberapa potong singkong rebus. Dia menikmatinya sebagai pemuas rasa lapar tanpa ada pilihan. Dan ibu itu kelak ternyata menjadi ibu mertuanya sendiri. Kini teman saya dan semua adik-adiknya dari keluarga sangat miskin di bibir pantai sudah bisa hidup berkecukupan dan semuanya bekerja. Saya sempat menginap dan menikmati yang terbaik dari rumah teman bersharing masa sulit itu.
Berbagai perubahan saya lihat di kampung halaman saya. Di pinggir jalan aspal orang menjemur kopra, kakao atau cengkeh. Pemandangan yang jauh berbeda ketika singkong dan jagung menjadi makan utama, tetapi tidak mudah memperolehnya. Kini dengan penggunaan pupuk tanaman palawija menjadi lebih subur dan menghasilkan. Berbagai makanan pengganti nasi berlimpah. Yang kurang hanya beras dan uang untuk transportasi dan membeli kebutuhan.
Penyaluran beras miskin berjalan sangat baik disana. Pembagian adil dan bersahabat walau rakyat masih harus membayar untuk itu. Semuanya dapat dipahami oleh rakyat disana.
Subscribe to:
Posts (Atom)