Tuesday 26 August 2008

Tak Pernah Ikut Bersalah

Mengaku salah butuh sebuah kedewasaan dan keberanian. Karena orang bisa dihantaui oleh rasa bersalah yang menakutkan. Saya punya seorang rekan kerja setiap kali melemparkan kesalahan kepada orang lain. Tidak pernah merasa terlibat dalam sebuah kesalahan apapun. Apa memang dia seorang yang sempurna atau dia seorang pengecut sejatinya.

Friday 22 August 2008

Catatan Buat Yang Tertinggal

Tidak ada yang istimewa untuk dicatat untuk seorang seperti ayah saya. Kini dia tidur tidak berdaya. Ia menikmati hidup dalam kegelapan tanpa batas. Matanya buta pada usia yang sangat tua. Dia sadar dan meratapi kebutaannya. Ketika saya berada di sampingnya baru-baru ini saya menjadi orang sok pintar dan penasehat handal. Bersahabatlah dengan keadaan dan menerima semua penderitaan ini sebagai pengorbanan atas kebaikan Tuhan yang diterima bapa termasuk melalui kehidupan anak-anak dengan pendidikan dan ekonomi yang lebih baik. Saya menambahkan seakan menjadi orang paling saleh mengatakan jadikan penderitaan bapa sebagai pengorbanan maka akan berbuah rahmat. Saya sadar sepenuhnya bahwa menasehati lebih mudah dari pada menanggungya.

Ayah meneteskan air mata tanpa mampu melihat aliran air matanya. Dia mengatakan kepadaku pada kunjunganku kali ini, " saya kira sudah selesai". Saya lalu teringat kata nabi Isa ketika saat akhir di kayu palang, " selesai sudah." Saya sempat berpikir orang yang paling kucintai ini akan segera berakhir setelah itu. Dia masih bertahan hidup. Dia juga tahu kami sudah pernah menyiapkan peti jenazah dan juga formalin mengawet jenazahnya. Seekor kerbau besar berwarna hitam telah pula siap untuk hari istimewa itu. Sebuah penghargaan pada saat dia kembali ke rahim ibunya, demikian bahasa halus untuk mengatakan hidup itu berakhir.

Ayah saya seorang tani yang kini terkulai lemah dan buta. Dia dulu seorang yang berbadan tegap gagah dan berpendirian. Pendidikan tidak tinggi, tetapi cara berpikir sangat logis. Dia orang yang setia janji. Rumah kami terkenal dengan disiplin. Kami bangun pagi jam 04.45 dan kami terus mengerjakan tugas kami masing-masing yang sudah ditetapkan. Setelah selesai tugas pokok, kami mandi dan makan pagi seadanya sebelum pergi sekolah. Sekalah Dasar dekat dengan rumah kami. Para guru masih kerabat orang tua. Sebagai seorang yang terlalu rasional mengalami banyak kritikan di tengah masyarakat adat yang tolerant tetapi tidak jarang merugikan secara ekonomi.

Bertolak belakang dengan sesamanya, ayah saya sangat menekankan pendidikan. Ucapan yang kami paling ingat adalah kami akan tinggal di kampung bila bodoh. Kami semua tidak ingin tinggal di desa, karena hampir identik dengan bodoh. Dan kami semua akhirnya mengembara, ke luar dari lingkaran meninggalkannya dalam kesepian.

Thursday 21 August 2008

Pulang Kampung

Baru-baru ini saya kembali ke kampung halaman. Sebuah desa bebas polusi. Penerangan listrik terbatas hanya jam malam hari. Tidak ada media komunikasi. Dunia terasa gelap disana juga pada siang hari. Gelap informasi terakhir. Koran lokal dengan muatan lokal dengan ruang opini terbatas. Radio hanya RRI lokal, RRI Ende, jam siar juga terbatas. Berita sangat minim. Lebih banyak musik lokal yang terkadang tidak memuaskan selera pendengar, dan pasti jauh dari harapan selera nusantara.

Saya sempat menghadiri acara 50 tahun pernikahan seorang adik bapak saya. Ada yang menarik yaitu ketika seorang anak dari pasangan ini, yang tinggal di negaranya Ronaldinho pemain bola sepak terkenal sejagat. Orang Brasil menintipkan sepasang cincin untuk pasangan usia lanjut itu, yang diserahkan secara beramai oleh anak-anak pasangan ini.

Kesempatan bertandang ke kampung ini dipakai sangat efisien. Saya harus mengunjungi banyak teman. Saya berjumpa dengan seorang teman. Kami bersahabat dari kecil. Kehidupan desa yang sulit membuat teman saya pernah lemas kelaparan di sekolah. Dia berkeringat tak berdaya kelaparan. Dan dia dibawa ke rumah guru. Isteri guru sekolah memberikan dia beberapa potong singkong rebus. Dia menikmatinya sebagai pemuas rasa lapar tanpa ada pilihan. Dan ibu itu kelak ternyata menjadi ibu mertuanya sendiri. Kini teman saya dan semua adik-adiknya dari keluarga sangat miskin di bibir pantai sudah bisa hidup berkecukupan dan semuanya bekerja. Saya sempat menginap dan menikmati yang terbaik dari rumah teman bersharing masa sulit itu.

Berbagai perubahan saya lihat di kampung halaman saya. Di pinggir jalan aspal orang menjemur kopra, kakao atau cengkeh. Pemandangan yang jauh berbeda ketika singkong dan jagung menjadi makan utama, tetapi tidak mudah memperolehnya. Kini dengan penggunaan pupuk tanaman palawija menjadi lebih subur dan menghasilkan. Berbagai makanan pengganti nasi berlimpah. Yang kurang hanya beras dan uang untuk transportasi dan membeli kebutuhan.

Penyaluran beras miskin berjalan sangat baik disana. Pembagian adil dan bersahabat walau rakyat masih harus membayar untuk itu. Semuanya dapat dipahami oleh rakyat disana.