Friday 22 August 2008

Catatan Buat Yang Tertinggal

Tidak ada yang istimewa untuk dicatat untuk seorang seperti ayah saya. Kini dia tidur tidak berdaya. Ia menikmati hidup dalam kegelapan tanpa batas. Matanya buta pada usia yang sangat tua. Dia sadar dan meratapi kebutaannya. Ketika saya berada di sampingnya baru-baru ini saya menjadi orang sok pintar dan penasehat handal. Bersahabatlah dengan keadaan dan menerima semua penderitaan ini sebagai pengorbanan atas kebaikan Tuhan yang diterima bapa termasuk melalui kehidupan anak-anak dengan pendidikan dan ekonomi yang lebih baik. Saya menambahkan seakan menjadi orang paling saleh mengatakan jadikan penderitaan bapa sebagai pengorbanan maka akan berbuah rahmat. Saya sadar sepenuhnya bahwa menasehati lebih mudah dari pada menanggungya.

Ayah meneteskan air mata tanpa mampu melihat aliran air matanya. Dia mengatakan kepadaku pada kunjunganku kali ini, " saya kira sudah selesai". Saya lalu teringat kata nabi Isa ketika saat akhir di kayu palang, " selesai sudah." Saya sempat berpikir orang yang paling kucintai ini akan segera berakhir setelah itu. Dia masih bertahan hidup. Dia juga tahu kami sudah pernah menyiapkan peti jenazah dan juga formalin mengawet jenazahnya. Seekor kerbau besar berwarna hitam telah pula siap untuk hari istimewa itu. Sebuah penghargaan pada saat dia kembali ke rahim ibunya, demikian bahasa halus untuk mengatakan hidup itu berakhir.

Ayah saya seorang tani yang kini terkulai lemah dan buta. Dia dulu seorang yang berbadan tegap gagah dan berpendirian. Pendidikan tidak tinggi, tetapi cara berpikir sangat logis. Dia orang yang setia janji. Rumah kami terkenal dengan disiplin. Kami bangun pagi jam 04.45 dan kami terus mengerjakan tugas kami masing-masing yang sudah ditetapkan. Setelah selesai tugas pokok, kami mandi dan makan pagi seadanya sebelum pergi sekolah. Sekalah Dasar dekat dengan rumah kami. Para guru masih kerabat orang tua. Sebagai seorang yang terlalu rasional mengalami banyak kritikan di tengah masyarakat adat yang tolerant tetapi tidak jarang merugikan secara ekonomi.

Bertolak belakang dengan sesamanya, ayah saya sangat menekankan pendidikan. Ucapan yang kami paling ingat adalah kami akan tinggal di kampung bila bodoh. Kami semua tidak ingin tinggal di desa, karena hampir identik dengan bodoh. Dan kami semua akhirnya mengembara, ke luar dari lingkaran meninggalkannya dalam kesepian.