Sunday 18 May 2008

Aku Harus Menulis Lagi

Seorang pengunjung pojokan saya menanyakan mengapa saya tidak mengisi post saya. Mengapa tidak menulis dan terus menulis.

Saya bertanya pada diri mengapa saya harus menulis lagi? Saya tidak mau banyak berpikir untuk menjawabnya. Terus terang sebelum ada media ini saya tidak terbiasa menulis. Setiap orang pasti mempunyai alasan berbeda mengapa tidak bisa menulis. Menulis memang tidak merupakan kebutuhan. Yang kita belajar pertama adalah berbicara. Kalau kita tidak berbicara maka berarti kita gagu. Gagu pasti ada alasan. Alasan yang pertama adalah pendengaran. Setiap orang yang cacat indra pendengarannya akan menerima bawaan nasib cacat bicara (gagu).
Ketika usia bertambah kita meningkatkan kemampuan kita dengan membaca dan menulis. Membaca adalah kemampuan yang dikembangkan pertama sebelum menulis. Jadi menulis merupakan suatu ketrampilan yang diajarkan paling akhir.

Kemampuan menulis pada tingkat paling dasar adalah mengenal huruf, kita diajarkan bagaimana menulis huruf. Atas dasar itu kita memperoleh kemampuan menulis kata dan kalimat. Kemampuan dan ketrampilan membaca terus dikembangkan , tetapi tidak demikian dengan kemampuan menulis. Kita tidak memiliki ketrampilan dan kemampuan menulis karena memang tidak diasah.

Kemampuan menulis tidak pernah ditingkatkan. Alasan pertama karena kita berada dalam masyarakat dengan tradisi lisan. Kita menerima pesan lewat bicara, puisi dan lagu. Media penyampaian kita adalah tutur, pantun, syair, puisi dan lagu. Karena itu tidak heran jika seorang ingin fasih bertutur adat, dia harus banyak duduk dan dengar para tua adat. Jika seorang ingin pandai berpantun dia harus meluangkan waktu khusus untuk mendengar pelantunnya. Sejarah suku bisa diketahui melalui tradisi lisan, yang disampaikan pada saat tertentu. Dalam budaya Keo, mengkisahkan sejarah suku berupa "naro", menutur kisah turunan pada saat upacara adat khusus. Melalui media tutur lisan ini terdapat beberapa hambatan. Terbatas jangkauan informasinya. Juga terbatas sumber memorinya, yang hasilnya adalah kekilafan. Pepatah Romawi menegaskan ini. Verba volant (kata-kata tebang), scripta manent (tulisan tertinggal).

Menulis dengan baik tentu mungkin perlu suatu tuntunan khusus. Pasti ada pedoman rujukan untuk menulis. Saat ini saya tidak mau terlalu menghiraukan pedoman itu. Dan saya betul tidak membaca tentang pedoman itu. Sementara ini pedoman saya adalah nurani saya. Apa yang ingin saya katakan saya ungkapkan dengan tulisan saya. Yang ingin dicapai saat ini adalah mengatakan dengan tulisan. Saya katakan dengan tulisan, karena ada berbagai cara mengatakan pikiran dan keinginan kita. Ada bahasa gerak atau bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Dan menyatakan pikiran dan keinginan melalui tulisan adalah suatu ketrampilan. Sebagai ketrampilan , kegiatan menulis membutuhkan waktu. Saya akan terus menulis karena ada media ini.